Di Lampung, Agen Koran Diadili
Di Lampung, Agen Koran Diadili
Bandar Lampung, 26 Oktober
Pengecer koran kembali melakukan unjuk rasa di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin, seiring dilanjutkannya kembali persidangan perkara MP Simorangkir, agen media cetak "Tohoma Agency", menyusul kasus yang sama yang menimpa Miranti Sirait Kedua agen koran di Lampung ini diadili dengan tuduhan mengedarkan majalah FENOMENA dan Tabloid Pop.
Sejak agen koran "Tohoma" berurusan dengan aparat kepolisian 7 Juli lalu, mayoritas pengecer koran dan majalah di Lampung resah dan tidak tenang lagi berusaha.
Para pengecer media cetak yang didampingi Ketua Umum Asosiasi Agen Media Cetak Indonesia (AMMCI) Laris Naibaho, resah dan keberatan atas diadilinya MP Simorangkir dan M. Sirait
Menanggapi aksi unjuk rasa itu, Ketua PN Tanjungkarang Maryati CH Akuan SH mengatakan boleh-boleh saja pengecer menjual dagangan asal tidak sesuatu yang dinilai berbau porno.
Para pengecer media cetak itu menyatakan keprihatinannya atas kejadian yang menimpa kedua agen koran dan majalah itu Kalau agen semacam MP Simorangkir saja bisa diseret ke pengadilan, apalah artinya kami yang hanya mencari uang recehan untuk menghidupi keluarga. "Dengan kejadian ini, kami takut, Bu Hakim, menjual koran atau majalah apa pun jenisnya sekali pun telah memiliki SIUPP," kata Solihin kepada Ketua PN Tanjtungkarang Maryati, di ruang kerjanya, Senin.
Akibat peristiwa tersebut, para pedagang koran dan majalah di Lampung, terpaksa membuka usaha secara sembunyi-sembunyi terutama yang memuat gain bar wanita.
Solihin dan sejumlah rekannya dalam kesempatan berdialog kepada pihak PN Tanjungkarang, juga meminta batasan tentang pornografi itu Agar kami tenang berjualan, kiranya Bu Hakim dapat menyebutkan namanama majalah dan koran yang tidak boleh dijual dergan alasari gambarnya pornografi. "Bu Hakirn satigat perlu memberikan batasan yang pasti, sehingga para pengecer dapat mengetahuinya," kata pengecer itu minta ketegasan dari Ketua PN itu.
Mendapat pertanyaan seperti itu, Maryati mengatakan pengadilan tidak melihat SIUPP sebagai landasan untuk mempertimbangkan dalam proses suatu perkara Namun ketika mendapat pertanyaan wartawan tentang dasar peradilan pornografi media massa cetak, Maryati merngatakan landasan hukum yang tetap dipegang adalah KUHP selain yurisprudensi yang tertuang dalam buku karangan Aris Hagen terbitan 21 April 1908. Kartu pos yang memuat wanita setengah telanjang, itu porno. Maka dalam kasus ini Hakim jangan goda," katanya. Soal penambahan landasan hukum lain diakui sedang dicari.
Sidang perkara Simorangkir yang kembali digelar, Senin tetap dilakukan secara tertutup. Diperoleh informasi, majelis hakim terdiri dari Agus Djunaidi, Heri Sisanto dan Jihad Arkanuddin menyatakan menolakeksepsi penasehat hukum terdakwa. Berarti, sidang ini akan terus dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa adalah cacat Hukum.
MP Simorangkir sebelumya ditangkap Polisi dengan tuduhan mengedarkan pronografi kerena menjual majalah Feriarrcerca edisi 065 dan dianggap ikut mempertontonkan gambar yang melanggar etika kesopanan.
Sejumlah wartawan di Lampung menilai penyeldikan atas kasus tersebut dinilai sebagai cacat hukum, belum ada ketentuan hukum yang menyatakan majalah atau tabloid tersebut porno. Tapi mengapa justru agennya yang menjadi tumbal. Untuk itu, para wartawan itu, meminta Ketua PN Tanjung Karang untuk dapat bersikap dan berlaku adil untuk mendudukkan persoalan secara proposional.
Agen atau pergecer adalah ak tivitas langsung dari penyebaran informasi yang menyangkut pencerdasan bangsa melalui media niassa yang tak pernah Pamrih. Pengecer itu tidak pernah berci tacita untuk mendapatkan pengbargaan dari siapa pun. Karena itu, pengadilan atas kasus Majalah Fenomena ini adalah memutarbalikkan supremasi hukum.
"Kami berharap penegakan hukum memberikan pertanggungjawaban. Harus dijelaskan, dasar yuridis apa yang dipakai untuk mengajukan agen/pengecer media cetak ke meja hijau," kata Iman untung Slamet, Ketua Forum Wartawan Peduli Agen Pengecer Media Cetak yang juga Koresponden majalah GAMMA di Lampung. (Her—Suara Bangsa,Selasa,26 Oktober 1999'
0 Comments:
Post a Comment
<< Home